Khamis, 28 Julai 2011

The Malaysian Insider :: Opinion


Klik GAMBAR Dibawah Untuk Lebih Info
Sumber Asal Berita :-

The Malaysian Insider :: Opinion


The evaporation of fear

Posted: 27 Jul 2011 05:22 PM PDT

JULY 28 — That feeling in the pit of the stomach or a dry throat and a quickening heartbeat; all of us have recognised and experienced fear. The expectation of bad things happening sometimes is worse than the actual experience.

Some fears are universal; fear of failure or a fear of making a fool of oneself, and then there are fears that certain societies face as a result of the peculiarities of historical, cultural and political factors interacting.

To a visitor to Malaysia even a decade ago, it might have seemed that here was a model society, with different races and communities living in perfect harmony and getting along without rancour or anger.

But scratch the surface and you find a populace for whom a wide range of subjects were off limits, or if discussed at all in public, would be in whispers with nervous looks over the shoulder.

The performance of the government, corruption and cronyism, racial stereotyping and affirmative action were a few such topics. The quintessential Malaysian fear was one of attracting too much attention. This fear was the result of two main influences; multiculturalism and the "big brother is watching you" syndrome.

Living in a multicultural society, it was and remains important to not offend the sensitivities of those with a different religion, dress code, eating habits or language. So while it was important to keep certain topics away from discussion out of respect or fear, it was equally important not to flaunt one's personal beliefs in the face of others. Put another way, it was not cool to attract too much attention to oneself.

The big brother syndrome was a real threat, what with Ops Lalang, the Special Branch, the religious police, the Sedition Act, the PPPA, ISA, OSA and the Emergency Ordinance.

Honest debate was frowned upon on the back of a compliant media and opposing points of view were not tolerated. Oppositional politics was the preserve of the brave and the government knew best.

For ordinary people again the underlying fear was that of attracting too much attention for whatever reason because it could land one into serious trouble. There was room for only one personality cult.

But something has changed. It seems that almost no topic is taboo anymore. It seems that nobody is afraid anymore, either of offending others in society, or of the powers that be. Malaysia is still multicultural, and all the same laws are still in place, so why this sudden vociferousness?

It's not as if the government has changed tack. When required, it still uses the same heavy-handed tactics evidenced by the EO 6, and some elements of the vernacular mainstream media still have a new demon every week to instil fear, whether it is the Jews, the Communists, the Christians or the Indonesians.

The single biggest defining change has come from the availability of information from the Internet. Not just the alternative local media, but also an awareness or global issues, other societies and economies, and alternative models of governance. The democratisation of information allows for the formation of a rainbow of opinions, each with its own logical and emotional underpinnings.

In Malaysia, this exposure to information in times of economic hardship led to an explosion of anger as to how much of what was wrong with local governance was hidden from so many for so long.

Simultaneously, the lack of censorship and action against anti-establishment commentators online, combined with the anonymity of the medium, led to a real evaporation of fear of consequences for those voicing their opinion.

As long as the mainstream media does not allow this anger an outlet, rising Internet penetration will make online news portals not only more popular, but will also tend to lead them to be dominated by opposition voices.

In fact it can be argued that the fear genie is truly out of the bottle and it is too late to turn back the clock. For the people who turned up for Bersih, it seemed to be as much about challenging their own fears as it was about free and fair elections .

In light of the recent battering of authoritarian regimes around the world at the hands of their people, any attempt now to circumscribe legitimate grievances and anger in an authoritarian manner may have drastic repercussions on the powers that be.

This movement will inevitably also change the way multiculturalism has been practised in Malaysia. Increasingly, perceived communal injustices will trump interracial respect every time for as long as the people identify politicians primarily by their race and not their performance.

The hope is that over time existing social ties, customs and history will restore cordiality between the various groups, while simultaneously holding politicians to account in creating a just, fair and transparent government that works for all citizens.

Of course, I will still continue to be afraid of my boss.

* The views expressed here are the personal opinion of the columnist.

Illustration by Chris Kwok.


Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.

EO dan ISA: Sempurnalah satu kezaliman

Posted: 27 Jul 2011 05:14 PM PDT

28 JULAI — Saya begitu simpati dengan dengan penahanan enam anggota PSM yang ditahan di bawah Ordinan Darurat atau Emergency Ordinance (EO) di atas kesalahan "menentang Yang di-Pertuan Agung" kononnya menghidupkan fahaman Komunis! Saya yakin saya tidak keseorangan menyatakan simpati terhadap mereka dan keluarga mereka yang ditahan, seluroh rakyat yang cintakan keadilan pasti "meluat" dengan lagak regim yang sedang nazak sekarang terkial-kial cuba mempertahankan keabsahannya dengan cara yang menjijikkan. Apatah lagi dalam suasana simpati ini, saya mengenali YB Jeyakumar, seorang komrade yang gigih memperjuangkan hak rakyat marhaein. YB Sungei Siput ini terkenal sebagai seorang sosialis dalam makna yang positif dan memperjuangkan suaranya melalui saluran resmi PSM dan dirinya sebagai Ahli Parlimen. Penangkapan mereka di ambang 9 July di Pulau Pinang adalah satu yang malang bagi hak kebebasan rakyat untuk berkumpul dan menyatakan pendirian mereka. Penangkapan mereka memutarkan jam ke belakang untuk rakyat Malaysia yang sudah 59 tahun merdeka.

Sikap PAS

Tidak syak lagi PAS sebagai sebuah parti Islam menentang akta dan ordinan ini, alasannya terlalu mudah untuk difahami kerana prinsip "Tidak bersalah sehingga terbukti bersalah" Prinsip ini dijulang sebagai mercu tanda keadilan dalam Islam yang disebut oleh Fuqaha Islam sebagai "Baraatuz Zimmah" Tanda keadilan itu dihormati ialah memberikan peluang kepada yang tertuduh hak untuk dibicara dan hak untuk mempertahankan dirinya. Islam juga mewajibkan bebanan bukti ialah di atas bahu orang yang menuduh dan bukan ke atas orang yang kena tuduh. Ini tidak termasuk konsep awal segala perundangan ialah sesuatu pertuduhan itu mestilah mempunyai merit dakwaan yang ada nilai-nilai perundangan. Sesuatu dakwaan tidak boleh mempunyai merit lain seperti politik ataupun bertujuan "mala fide" bertujuan jahat.

Berlatarbelakangkan prinsip-prinsip perundangan di atas saya berani mengatakan bahawa penahanan ke atas 6 orang komrade PSM bercanggah dengan semua nilai-nilai perundangan yang matlamatnya ialah untuk menegakkan keadilan. Penahanan mereka di bawah EO adalah satu bentuk pengadilan yang memualkan dalam masyarakat yang sudah maju pemikirannya dan lebih buruk daripada itu EO dan ISA adalah satu pembudayaan yang buruk dan tidak sesuai dengan pencapaian negara kita yang bangga dengan kemajuannya. Ketidak seimbangan antara kemajuan materil dan pemikiran tentang "justice" adalah episode malang buat rakyat di negara ini.

Selamat tinggal zaman kuno

Lagak regim yang terdesak memang sama di mana-mana, kerana gagal mempertahankan kedudukannya secara berperinsip dan bermaruah mereka akan mencari jalan lain untuk terus berkuasa walaupun ianya bercanggah dengan prinsip-prinsip moral dan perundangan. Akta yang digubal menjadi alat mudah untuk dieksploitasikan dengan mengekalkan kewujudannya walaupun ia sudah tidak releven lagi dalam konteks masakini. Pihak penguatkuasa yang memelihara undang-undang hanya menjadi "Pak Angguk" kepada "Tuan-tuan Politik" mereka dan bukan menjadi benteng menegakkan keadilan unuk rakyat. Zaman perhubungan tuan-hamba ini adalah zaman kuno ketika pendidikan dan kesedaran hak dan kebebasan masih dipenjara dalam bilik-bilik gelap penguasa. Islam telah mengeluarkan hak dan kebebasan dari kegelapan bilik-bilik ini dengan memberikan makna hak dan keadilan dengan cahayanya. Pada ketika makna Keadilan dan Hak ini disimbah cahaya, tertumpulah orang ramai kepadanya, lalu mereka mendapatkan cahaya itu dan meninggalkan penguasa-penguasa yang zalim dan pendokongnya terkapa-kapa. Seperti halnya hari ini perbuatan penguasa yang zalim sudah tidak laku dan tidak dipedulikan oleh rakyat, lalu mereka memaksa dengan ugutan dan ancaman supaya hubungan Tuan-Hamba dikembalikan , dengan itu mereka terus menerus menindas!

Perjuangan diteruskan

Saki baki daki zaman feudal ini harus dikikis supaya kita aman dari ancaman mereka. Sememangnya bukan mudah untuk konsisten dalam satu sikap kerana kita akan diuji, namun kita tidak ada pilihan melainkan mempunyai azam dan jiwa yang kental. Hari ini 6 orang komrade kita dizalimi, esok siapa lagi? Selagi pemimpin zaman feudal kekal menguasai kehidupan rakyat Malaysia selagi itu tiada jaminan peristiwa tidak akan berulang. Kita yang masih bebas bersuara di luar ini mesti meneruskan suara yang dipenjarakan di dalam sana. Rintihan anak isteri dan suami mereka mesti dibela, kita tidak boleh berdiam diri dan mengambil sikap "selamat". Kita mesti menyuarakan tentang kezaliman ini dengan apa cara sekalipun supaya suara kita memperjuangkan keadilan sampai dipelusok desa dan Bandar. PAS akan terus komited dalam kumpulan GMI (Gerakan Mansuhkan ISA dan EO), kita telah membuktikan dalam satu perhimpunan besar tahun 2009, saya telah ditahan kerana perhimpunan itu tetapi kecil dan malu saya di atas nama mereka yang menjadi mangsa ISA dan EO kerana penderitaan mereka lebih hebat. Teruskan perjalanan kita demi keadilan!

Sempurnalah sudah kezaliman

Sesuatu yang sempurna memang dinanti-nantikan kerana ia lambang satu kejayaan, tapi awas! bukan perkara yang baik sahaja yang sempurna, perkara yang jahat juga menuju kesempurnaan. Kini di saat negara menuju kepada lanskap politik baru dengan terjahan Bersih dan kebobrokan regim yang nazak, rakyat menaruh harapan kepada politik berperinsip dan berkebajikan. Sebelum saat itu tiba rakyat terpaksa menunggu satu "pencapaian" regim Umno/BN dan ia menandakan waktu untuk mereka tunduk dan berundur, rakyat marhaein akan berkata: "…sempurnalahlah sudah kezaliman.."

* The views expressed here are the personal opinion of the columnist.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.
Kredit: http://www.themalaysianinsider.com

0 ulasan:

Catat Ulasan

 

Malaysia Insider Online

Copyright 2010 All Rights Reserved