The Malaysian Insider :: Opinion
The Malaysian Insider :: Opinion |
| Guardiola’s arrival will hasten Bundesliga’s rise Posted: 18 Jan 2013 03:34 PM PST JAN 19 — German football has been enjoying a steady rise for a few years now, but Bayern Munich's shock capture of Pep Guardiola will propel the Bundesliga to a whole new level in terms of global perception. For the last six months, Guardiola has been the most sought-after man in world football. No other player or manager has even come close to attracting the same level of demand as the former Barcelona coach, who won an astonishing 14 major trophies during his four years in charge of the Nou Camp club.  File picture of Guardiola being tossed in the air by his players after his last match as Barcelona coach at the Camp Nou stadium in Barcelona on May 5, 2012. — Reuters pic Why? The biggest reason for Guardiola's decision is his appreciation of the structure and philosophy of the German club, which is remarkably similar to Barcelona in many ways. Both clubs are owned by their fans rather than billionaire tycoons from overseas (minority stakes in Bayern are held by Adidas and Audi); both have a strong pedigree of European success; both are long-established as a dominant force in their domestic league; both boast deluxe training facilities; both carry a powerful "brand" that extends well beyond their home city, and both place an emphasis on developing homegrown talent. Put all those ingredients together and it's easy to see why Guardiola rejected Chelsea, a nouveau-riche club that possesses none of the qualities listed above (except the training facilities). Although Roman Abramovich has been desperate to land Guardiola for many years, it never looked like a good fit and I would have been extremely surprised to see the Catalan take over at Stamford Bridge. Manchester City, however, was a different proposition and I am happy to admit that I expected the reigning English champions to win the race for Guardiola. Although they are, like Chelsea, one of Europe's "new money" mega-clubs, they have shown a serious and genuine intent to establish a sustainable long-term structure based around the development of youth talent — and they've also recruited two of Guardiola's most trusted former Barcelona colleagues as senior executives: chief executive Ferran Soriano and director of football Txiki Begiristain. But there are many reasons why Guardiola has chosen not to join City. Firstly, and perhaps most importantly, they already have a manager. Although Roberto Mancini's job cannot be said to be particularly secure following his team's early elimination from the Champions League and their erratic Premier League form, the Italian is on a long-term contract and Guardiola is too principled to accept a job that doesn't yet exist. There's also a strong current of feeling in Spain that Guardiola is keen to avoid embarking upon another ongoing rivalry with Jose Mourinho, who is widely tipped to head to England (Chelsea, now that Guardiola has snubbed them?) at the end of the season. During his time at Barcelona, the aggression, bitterness and relentlessness of the feud between the two managers became a strain on Guardiola, who is a competitive but not confrontational man and never relished the psychological warfare that was inevitable in his direct rivalry with the aggressive Mourinho. Quite simply, Mourinho is an irritation that Guardiola can do without — and by heading to Germany, he manages to avoid him apart from occasional skirmishes in the Champions League. Landing Guardiola to replace the soon-to-be-retired Jupp Heynckes is great news for Bayern but, as I mentioned at the start of the article, it's even better news for the whole of German football, which can now boast the world's most successful coach over the last few years within its ranks. Guardiola's presence will automatically heighten the general interest in the Bundesliga all over the planet — and plenty of those new viewers will quickly become transfixed by the quality of the football and the passion of the supporters. Of course, the German national team has enjoyed a reputation as one of the best in the world for a very long time, but the domestic league always lagged far behind with leading stars such as Lothar Matthaus and Jurgen Klinsmann forced to spend the vast majority of their club careers overseas. That is no longer the case. Although Mesut Ozil and Sami Khedira are with Real Madrid, the remainder of the German team that reached the semi-finals of last year's European Championships are based domestically, with Bayern and Borussia Dortmund providing the bulk of the team. The Bundesliga and its clubs now have the financial clout to keep most of the best German players in Germany, and that will only increase with the added commercial power given to the league by the arrival of Guardiola. An indication of the strength of the German game at present is the fact that all three Bundesliga teams progressed into the knockout phase of the Champions League as group winners, with Bayern holding off Valencia, Dortmund easing above Real Madrid and Schalke finishing in front of Arsenal. All of this is bad news for the Premier League, of course, which has enjoyed unrivalled supremacy on the global market for a long time but now appears to be something of a downward curve. Guardiola's presence will only exacerbate that trend, helping the Bundesliga to become a truly global brand. * This is the personal opinion of the columnist. |
| Muzik rock dan konsep cari makan Posted: 18 Jan 2013 03:26 PM PST 19 JAN — Muzik rock dan metal adalah muzik yang bingit. Pun begitu saya juga meminati genre muzik jenis ini. Sejak membeli kaset kumpulan muzik metal Judas Priest ("Live in Japan") dan Iron Maiden ("Number of the Beast") pada tahun 1982 saya terus mengikuti dan masih mendengar muzik rock hingga ke hari ini. Oleh kerana bermain gitar, maka ramailah gitaris-gitaris hebat dunia yang saya salut atas unik dan hebatnya mereka dalam bergitar. Antaranya Ritchie Blackmore (Deep Purple dan Rainbow), Dominic Miller (Sting), Robert Fripp (King Crimson), Uli John Roth (Scorpions) , Randy Rhodes (Ozzy) dan banyak lagilah. Antara mereka ini yang paling menonjol di era 80an adalah Jason Becker yang pernah bergabung dengan Marty Friedman dalam duo group berkonsepkan neo-classical metal yang mereka gelar "Cocophony". Walaupun Cocophony hanya sempat mengeluarkan dua album saja ("Speed Metal Symphony" pada 1987 dan "Go Off" pada 1988), impaknya pada peminat muzik neo metal sangat meninggalkan kesan. Album mereka diterbitkan oleh produser Mike Varney yang sangat berpengaruh yang pernah menerbitkan album gitaris hebat dunia seperti Malmsteen, Tony McCalpine, Eric Johnson, Paul Gilbert dan Marty Friedman antaranya. Setelah berpecah Becker beralih karier menjadi gitaris solo dan atas kehebatannya nama beliau naik secara drastik sehingga sebaris dengan gitaris-gitaris hebat dunia lainnya walau umurnya masih dalam lingkungan belasan tahun waktu itu. Pun begitu kadang-kadang permainan takdir ini memang tidak akan kita dapat menduganya. Becker diserang penyakit yang berkaitan saraf atau dalam istilah sainsnya Amyotrophic Lateral Sclerosis pada tahun 1989 yang mengakibatkannya lumpuh satu badan kecuali matanya yang masih mampu bergerak. Jika kita bermain gitar, untuk menjadi terbaik di kalangan yang terbaik jalannya hanyalah praktis, praktis dan praktis. Mencipta trademark dalam permainan adalah proses yang sangat sukar dan mengambil masa. Itulah yang perlu mana-mana gitaris dunia akan lalui jika mereka mahu bersaing antara sesama mereka dalam saingan yang kompetitif kerana untuk diterima ke pasaran dunia bukanlah sesuatu yang mudah. Kadang nasib juga tidak menyebelahi kita. Itulah yang menimpa Becker, kerana gerakan jari jemari kita berkait rapat antara saraf dan otak. Kadang kita terlalu memaksa sedang otak kita tidak bersedia atau mungkin keletihan. Semangat saja tidak mencukupi jika tidak ada keseimbangan. Pun dalam keadaan begitu, beliau masih mampu mencipta lagu melalui gerakan matanya. Saya pernah bergurau dengan seorang kawan tentang Becker yang lumpuh itu. Kata saya jika Becker tinggal di Malaysia, beliau mungkin tidak mendapat sakit itu kerana di sini saingan sebagai gitaris tidaklah ke mana-mana pun. Jika beliau rakyat negara ini dan punya bakat dan tahap permainan yang advance, saya percaya beliau akan give up di pertengahan jalan. Album yang keluar tidak akan laku, pun masih juga bergantung dengan lagu jiwang si penyanyi popular untuk tujuan supaya album boleh jual, pun tak jual juga. Itulah yang gitaris-gitaris tempatan akan alami jika mereka mengeluarkan album seperti Man Kidal dan Hillary. Tidak punya pilihan, Becker pun menjadikan kerjaya sebagai pemain gitar sebagai kerjaya sampingan. Untuk menyara hidupnya dan dengan kelulusan setakat Tingkatan 5, mungkin Becker akan bekerja di kilang atau bekerja sebagai despatch di mana-mana syarikat yang sesuai. Kesannya beliau masih akan sihat dan beranak pinak dan gitarnya pun disimpan di dalam hardcase di atas almari. Di sini, jika kita bagus sangatpun seperti Becker contohnya, akhirnya yang kita dapat hanyalah kekecewaan bukan penghargaan. Kita praktis selaju dan sehebat mungkin pun, kemana kita nak pergi? Bukannya pendengar faham sangat, apatalah lagilah untuk mereka menghargainya. Bila tiada penghargaan, maka tiadalah sambutan. Bila tiada sambutan seorang gitar hero itu akan mula berfikir kemana hala tuju kariernya nanti. Yang akhirnya dia akan mengambil keputusan untuk menghabiskan sisa-sisa karier di pub atau hotel . Apabila itu terjadi, seorang gitar hero itu tidak punya pilihan, selain menghiburkan para pengunjung dengan lagu-lagu pop semasa sehinggalah mereka pencen atau give up, lantas memilih kerjaya lain yang lebih menjamin masa depan. Saya punya ramai kawan yang bagus dan hebat bermain gitar. Mereka kebanyakannya bermain muzik di pub atau hotel. Perjalanan hidup sebagai seorang pemain gitar yang tidak kemana-mana menjadikan mereka terpaksa bermain muzik untuk cari makan. Di hotel atau pub lagu yang akan mendapat sambutan pengunjung adalah lagu pop semasa atau evergreen. Paul Ponnudurai (mendiang ) sewaktu menyanyi dan bermuzik di pub pernah menyanyikan lagu "Careless Whisper" (Wham) sebanyak 17 kali untuk satu malam atas permintaan para pelanggan. Bukan itu saja, saya sendiri yang berkerjaya sebagai busker pun terpaksa membiasakan antara kesesuaian dan kehendak majoriti dari syok sendiri. Mereka tetap akan menyukai lagu-lagu evergreen seperti "Hotel California", "Wonderful Tonight", "When You Say Nothing At All" sampai bila-bila pun. Untuk berlaku adil pada takdir dan situasi, saya bersetuju bahawa kehendak majoriti itu lebih penting dan perlu diutamakan jika kita ingin terus berkarier sebagai pemuzik. Kita perlu berkorban untuk itu. Kita perlu letakkan makna "bahagia" itu di jiwa dan seimbangkan untuk sebuah kehidupan yang sedang kita jalani ini dan saya percaya jika kita memahaminya, kita akan lebih menikmati makna hidup ini seadanya. * Ini adalah pandangan peribadi penulis. |
| You are subscribed to email updates from The Malaysian Insider :: Opinion To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
| Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 | |
0 ulasan:
Catat Ulasan